Tingginya Intensitas Hujan, FKDM Aceh Tamiang Minta Masyarakat Waspada Bencana Alam Banjir
KUALASIMPANG (ACEH): Hujan deras menguyur Aceh Tamiang pada Kamis (7/1) sore hingga malam kemarin membuat jalan menuju akses perkantoran Pemkab Aceh Tamiang digenangi Banjir setinggi satu meter lebih, atau sepinggang orang dewasa, akibatnya aktifitas perkantor yang berada dikawasan tersebut nyaris lumpuh.
Hujan deras yang belangsung selamam 4 jam itu membuat aktifitas di tujuh kantor dinas dan bandan menjadi terhambat akibat tidak dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat jenis van berbahan bakar bensin. bahkan sejumlah kendaraan bermotor roda dua sempat mogok akibat terjebak banjir di lokasi tersebut.
Sekretaris Bappeda Aceh Tamiang Drs. Ikwanuddin bersama Sekretaris Dinas PU Aceh Tamiang Drs. Julham Rajali saat dijumpai dilakosi banjir, Jum’at (8/1) mengatakan, hujan yang terjadi sekitar pukul 16.30 WIB hingga 20.00 WIB telah merendam sejumlah badan jalan menuju akses perkantoran Pemkab Aceh Tamiang, masing-masing Kantor Bappeda, Inspektorat, Badan Kesbang Linmas, Dinas PU, Dinas Pendidikan Dinas Kesehatan dan Kantor Pemberdayaan Perempuan.
"Hujan terus mengguyur Aceh Tamiang sejak sore hingga menyebabkan air naik setinggi pinggang orang dewasa. Perlu diketahui juga bahwa Bupati dan Sekdakab serta sejumalah kepala badan, dinas dan kantor telah meninjau lokasi banjir ini tadi pagi," ujar Ikwanuddin.
Ia melanjutkan, banjir dikomplek tersebut nyaris memutus akses dan aktifitas perkantoran dilingkungan kerjanya, namun demikian pihaknya sebagai pelayan public tetap bekerja walau diatas mobil, sebab kalau tidak disiapkan semua berkas hari ini akan menghabat lajunya perencanaan pembangunan di Aceh Tamiang.
“Ada beberapa arsif yang harus kita siapkan hari ini juga, mengingat berkas tersebut harus sudah kita kirim hari ini, bila terlambat berarti gagal semua perencanaan. Lagian kita berkerja tidak mesti dikantor, diruangan 2X2 meterpun kita dapat berkerja dijaman teknologi saat ini, jadi tidak ada kata lumpuh aktifitas perkantoran dijaman sekarang,” kata mantan Guru Fisika ini.
Pantauan Harian Aceh di lokasi melaporkan, genangan air di kawasan tersebut disebabkan, selokan air di lingkungan Perkantoran ini tidak ada paret beton yang sinifikan, disamping kurang ada rawatan sehingga hampir semua paret dikawasan itu ditubuhi ruput tebal, akibatnya air tidak dapat mengalir secara normal.“Drainase di komplek perkantora ini memang tidak sanggup menampung debit air yang cukup besar, sehingga perlu perencanaan pembangunan dranase dikomplek perkantoran kita," ujar salah warga yang menyaksikan banjir itu, seraya berujar kalau di Kampung-kampung banyak kita temukan parit beton yang dianggap belum perlu dibangun.
Rumah Beratapkan Rumbiya dan Berdinding Tepas Tertimpah Pohon Mangga
KUALASIMPANG - Sebuah pohon mangga berukuran besar tumbang dan menimpa sebuah rumah milik Iskandar Muda, 38, warga Dusun Binjai Kampung Teluk Halban, Kecamatan Bendahara, kejadian itu terjadi saat hujan deras disertai angin kencang melanda daerah itu, Kamis (7/1), sekira pukul 18.00 WIB.
Tumbangnya pohon berdiameter 70 cm itu membuat rumah berukuran 6X7 itu hancur bersama perlatan rumah tangganya, beberapa bagian sisi bangunan rumahnya hancur berantakan akibat tertimpah pohon mangga besar yang ada disamping rumahnya, dimana atap bangunan dan diding yang terbuat dari tepas itu rusak berat.
Namun sejauh ini dilaporkan tidak ada korban jiwa dalam kejadian yang terjadi, sementara kerugian diperkirakan mencapai belasan juta rupiah.
Menurut Hendra, 35, pohon tumbang ini terjadi bersaman dengan hujan deras yang disertai angin kecang, saat itu aliran listrik di kampungnya padam total. "Tiba-tiba terdengar suara seperti benda patah yang sangat keras dan disusul dengan padamnya aliran listrik," kata Hendra.
Setelah mendengar suara tersebut, ia keluar dari rumah untuk mencari tahu asal suara tersebut, ditengah hujan deras dan rasa penasaran Hendra mencari tahu asal suara pohon tumbang itu, baru beberapa langka dia keluar rumah, langsung kelihatan kalau suara itu adalah pohon mangga yang ada di samping rumah Iskandar tumbang dan menimpa rumahnya.
Tampa fikir panjang Hendra pun bergegas lari ke rumah Iskandar untuk membantunya, dan melihat kondisi rumah Iskandar rusak berat pada sisi kanan bangunan tersebut, dimana atap dan diding rumah tersebut hancur berkeping-keping serta tiang penyangga ramah patah.
“Saya mengetahui kejadian itu langsung bergegas kesana untuk membantunya,” ujar Hendra seraya menjelaskan kalau kerusakan itu tidak hanya sebagian sisi rumah korban tapi juga isi peralatan rumah korban pun ikut rusak, seperti TV, lemari pakaian, tempat tidur dan perlatan dapur lainya.
Hendra juga menjelaskan, warga kampung yang mengetahui hal itu berdatangan membantu menyingkirkan pohon mangga besar dan memotong dengan gergaji dan parang serta mengakat puing-puing rumahnya.
“Sebenarnya kondisi rumah korban ini memang tidak layak huni lagi, mengingat kondisi bangunan yang terbuat dari tepas beratapkan rubia sangat memprihatinkan kondisinya, sehingga perlu adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk merehapnya atau memperbaiki kembali rumah tersebut,” kata Hendra berharap.
Kamis, 06 Mei 2010
Pelantikan Keanggotaan FKDM Aceh Tamiang
KUALASIMPANG - Salah satu syarat terpenting untuk dipenuhi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah terwujudnya kondisi daerah yang kondusif bagi penyelanggara dan kegiatan masyarakat. Kondisi daerah yang konduksif hanya dapat terwujud apabila ketentraman dan ketertiban umum dapat terselenggara dengan baik.
Untuk menciptakan ketentraman dan perlindungan masyarakat serta menjaga stabilitas daerah, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, melantik dan mengukuhkan keanggotaan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) pada Rabu (5/5) kemarin di Aula Setdakab setempat.
Pengukuhan FKDM tersebut dilakukan oleh Bupati Aceh Tamiang Drs. H. Abdul Latief dihadapan Muspida dan Muspida Plus, Wakil Bupati H. Awaluddin, SH, SPn, MH, Sekdakab Aceh Tamiang Syaiful Bahri, SH, para Kepala Dinas, Kapala Badan, Kepala Kantor, tokoh pemuda, tokoh masyarakat tokoh agama dan sejumlah elemen masyarakat lainnya.Forum yang diketuai oleh Syafruddin Buhfa ini beranggotakan 11 orang dari kalangan akademisi, Tokoh masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Lembaga Swadaya Masyarakat dan sebagainya.
Menurut Bupati Aceh Tamiang Abdul Latief, Pembentukan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 12 tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat yang intinyanya menyatakan bahwa forum ini harus dapat membina dan memelihara ketentraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik itu bencana perang, bencana alam maupun bencana yang disebabkan karena ulah manusia itu sendiri.
“Tugas forum ini antara lain menjaring, menampung mengkoordinasikan, dan mengkomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenai acaman keamanan dan gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penangglangannya secara dini,” papar Bupati Abdul Latief.
Keandalan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat sangat dibutuhkan untuk memprediksi kemungkinan terburuk yang dapat mengancam tujuan dan kepentingan stabilitas Daerah maupun Nasional, dalam hal ini FKDM akan memainkan peranan yang amat penting bagi pembuatan, pelaksanaan dan hasil guna kebijakan lebih lanjut serta member masukan dalam bentuk rekomendasi yang sangat krusial bagi pemerintah atau pemerintah daerah.
Dalam pidatonya, Bupati juga menambahkan bahwa FKDM merupakan wada bagi elemen masyarakat yang dibentuk dalam rangka menjaga dan memelihara kewaspadaan dini masyarakat. Sedangkan kewaspadaan dini masyarakat adalah kondisi kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi masyarakat dalam menghadapi potensi dan indikasi timbulnya bencana baik bencana perang, bencana alam, maupun bencana karena ulah manusia.
Dengan kewaspadaan dini masyarakat diharapkan masyarakat dapat mengenali dan mengetahui sejak dini kemungkinan adanya faktor-faktor pemicu terjadinya permasalahan gangguan keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat dengan mengamati indikasi-indikasinya, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sejak dini agar permasalahan tersebut tidak terjadi.
Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat ini dalam pelaksanaannya di wilayah, Kepala Daerah memberikan delegasi wewenang kepada Camat untuk wilayah kecamatan dan melimpahkan wewenang kepada Kepala Desa melalui Camat untuk pelaksanaan di tingkat desa.
Jumat, 12 Februari 2010
Perindagkop Himbau Warga Hati-Hati Terhadap Penipuan Undian Berhadia
Kamis, 11 Februari 2010
Kabupaten Aceh Tamiang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia.
Kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur. Kabupaten yang mempunyai semboyan: Kaseh pape setie mati ini terletak dekat dengan perbatasan Sumatera Utara. Berasal dari kata Da Miang. Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang seperti prasasti Sriwijaya, kemudian ada riwayat dari Tiongkok karya Wee Pei Shih yang mencatat keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang), atau Tumihang dalam Kitab Nagarakretagama. Daerah ini juga dikenal dengan nama Bumi Muda Sedia, sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330-1336). Raja ini mendapatkan Cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Karang dan Kejuruan Muda di masa itu.
Kabupaten ini berada di jalur timur Sumatera yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 km dari Kota Medan sehingga akses serta harga barang di kawasan ini relatif lebih murah daripada daerah Aceh lainnya. Disamping itu, kawasan ini relatif lebih aman semasa GAM berjaya dahulu. Ketika seruan mogok oleh GAM diberlakukan di seluruh Aceh, hanya kawasan ini khususnya Kota Kuala Simpang yang aktivitas ekonominya tetap berjalan.
Kabupaten Aceh Tamiang merupakan kawasan kaya minyak dan gas, meski jumlahnya tidak sebesar Aceh Utara, dan kawasan ini juga merupakan salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di NAD. Disamping itu, Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis, dan angkutan air merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan Simpang Kanan) dan Sungai Kaloy. Aceh Tamiang selain diatas juga mengandalkan sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Kabupaten Aceh Tamiang juga memiliki beberapa tempat wisata yang hingga saat ini perlu penataan yang serius dan dikelola dengan baik. Air Terjun Tujuh Tingkat, Bendungan, Gua Walet, Pantai Seruway adalah beberapa contoh tempat wisata di Aceh Tamiang yang perlu mendapatkan perhatian untuk dapat dikelola menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah.
Pemerintahan:
Aceh Tamiang merupakan pecahan dari Kabupaten Aceh Timur dan merupakan satu-satunya kawasan di Aceh yang didominasi oleh etnis Melayu. Selain orang Melayu, juga terdapat orang Aceh, Gayo, Jawa, Batak/Karo, Padang dan lain sebagainya.
Bupati :
Pejabat Bupati Pertama adalah Drs. H. Abdul Latief yang dilanjutkan dengan Pejabat Drs. H. Ishak Djuned menggantikan Abdul Latief, yang dilantik gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh tanggal 28 Agustus 2004, sedangkan Syahbudin Usman mengantikan Ishaq Djuned yang dilantik Zawar Abubakar. Sekarang Bupati Devinitif dijabat kemabli oleh Drs. H. Abdul Latief bersama wakilnya H.Awaluddin.SH.MH sebagai hasil pemenang Pilkada untuk masabakti 2007 - 2012.
Kecamatan:
1 Banda Mulia
2 Bandar Pusaka
3 Bendahara
4 Karang Baru
5 Kejuruan Muda
6 Kota Kuala Simpang
7 Manyak Payed
8 Rantau
9 Sekrak
10 Seruway
11 Tamiang Hulu
12 Tenggulun
Derita Nestafa di Gubuk Bencana Banjir 2006 Belum Akhir
Tak heran kalau sumpah serapah dan makian terlontar dari mulut mereka yang tergolong orang teraniayah yang mengharapkan keseriusan para pengusa dan wakil rakyat dalam berkerja mengurusi rakyat jelata di Bumi Muda Sedia ini.
“Apa yang sudah mereka buat untuk kami, mereka hanya bisa berjanji dan bersenang-senang diatas penderitaan kami sebagai rakyat kecil,” Kata Alimi salah seorang korban banjir bandang yang masih menepati tenda darurat yang sudah renyok di Kampung Pante Cempa.
Bahkan Alimi sat ini, masih tinggal di tenda bantuan Unisef yang telah rapuh dan bocor, bila hujan turun Alimi bersama keluarganya tak bisa tidur, kerena tenda yang ditempatnya penuh dengan tetesan air hujan yang mengenangi tanda rumahnya.
“Setiap kali hujan akan turun, dirinya serlalu resa dan sedih, sebab kalau hujan turun saya berserta isteri dan anak-anak tak dapat tidur malam dengan baik, saya berharap kiranya para pejabat pemerintah baik itu DPRK Aceh Tamiang dapat tersentuh hatinya terhadap penderitaan kami disini,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Direktur Eksekutif GAD, Tgk. Muzamir kepada Harian Aceh, Senin (2/3) ikut angkat bicara terhadap persoalan tersebut, Menurutnya bangunan rumah untuk korban banjir bandang di kabupaten tersebut masih banyak belum dibangun, akibatnya ratusan orang hingga kini masih menempati sejumlah gubuk dan tenda darurat yang tidak layak huni.
“Saat ini saya melihat ada sejumlah warga di Pante Jeumpa dan Pengidam yang tinggal digubuk, yang kondisinya masih lebih baik dari kandang kambing, mereka adalah korban banjir bandang yang belum menerima bantuan rumah dari pemerintah,” kata Muzamir.
Menurut dia, tempat tinggal merupakan hal teramat sangat dibutuhkan oleh masyarakat, namun penderitaan itu, sepertinya tidak dirasakan oleh sejumlah elit-elit politik dan sejumlah pejabat Aceh Tamiang saat ini. “Yang jelas, tanpa ketersediaan tempat tinggal yang layak, dapat dipastikan sulit mewujudkan peningkatan ekonomi masyarakat.” Katanya dengan nada kesal.
“Pemda seharusnya menjadikan skala prioritas pembangunan rumah korban banjir bandang dalam setiap pengajuan anggaran, tidak harus menunggu adanya bantuan dari Pemerintah Pusat, ini sungguh naïf rasanya, untuk melakukan pembangunan yang sifatnya tidak mendesak dapat dilakukan, malahan kesannya dipaksakan untuk dapat disahkan, akan tetapi kebutuhan rumah untuk korban banjir sudah lebih dari 2 tahun belum juga dapat diselesaikan.” ujarnya.
Kecurigaan Muzamir dirasa cukup beralasan pasalnya, seluruh pembangunan perumahan untuk korban banjir bandang selalu dananya bersumber dari APBA atau APBN, sementara dana APBK Aceh Tamiang belum sepeserpun yang diplotkan untuk pembangunan rumah tersebut.
“Nah…kalau kita terus menerus mengharapkan bantuan dana dari pusat atau propinsi, ya….beginilah jadinya, ratusan warga antri menunggu bantuan rumah, sementara biaya untuk membangun jalan yang saya pikir masih bisa ditunda pelaksanaannya terus dilaksanakan, bahkan ada yang dikerjakan mendahului anggaran, mengapa untuk pembangunan rumah selalu alasannya tidak cukup dana, memangnya untuk membuat 5 atau 10 rumah tidak bisa.” tutunya.
Pengerjaannya pembangunan rumah tersebut lanjut Muzamir, seyogianya dapat dilakukan secara bertahap sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Pusat dan Propinsi, “yang terpenting saat ini anggarkan terlebih dahulu pembangunan rumah tersebut dari anggaran APBK, kalau dirasa masih kurang atau butuh tambahan untuk mempercepat pembangunannya baru di cari dari luar, jangan belum apa-apa langsung harus dana pusat, ini sama saja Pemda mentelantarkan masyarakatnya sendiri.” demikian Muzamir.